MANUSIA DAN KEBUTUHAN DOKTRIN AGAMA
Manusia
sebagai makhluk paling sempurna di antara makhluk-makhluk lain mampu mewujudkan
segala keinginan dan kebutuhannya dengan kekuatan akal yang dimilikinya. Namun
di samping itu manusia juga mempunyai kecenderungan untuk mencari sesuatu yang
mampu menjawab segala pertanyaan yang ada dalam benaknya. Segala keingintahuan
itu akan menjadikan manusia gelisah dan kemudian mencari pelampiasan dengan
timbulnya tindakan irrasionalitas. Munculnya pemujaan terhadap benda-benda
merupakan bukti adanya keingintahuan manusia yang diliputi oleh rasa takut
terhadap sesuatu yang tidak diketahuinya. Kepercayaan manusia akan kebahagiaan
dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat yang tergantung pada hubungan
manusia dengan kekuatan gaib yang dimaksud. Ketakutan manusia jika hubungan
baik manusia dengan kekuatan gaib tersebut hilang, maka hilang pulalah
kesejahteraan dan kebahagiaan yang dicari. Kemudian menurut sebagian para ahli
rasa ingin tahu dan rasa takut itu menjadi pendorong utama tumbuh suburnya rasa
keagamaan dalam diri manusia. la merasa berhak untuk mengetahui dari mana ia
berasal, untuk apa dia berada di dunia, apa yang mesti ia lakukan demi
kebahagiannya di dunia dan alam akhirat nanti, yang merupakan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah agama. Karenanya, sangatlah logis jika
agama selalu mewarnai sejarah manusia dari dahulukala hingga kini, bahkan sampai
akhir nanti. Lantas benarkah hanya rasa takut dan ingin tahu tersebut yang
menjadikan manusia membutuhkan agama dalam kehidupan mereka?. Dalam tulisan
yang sederhana ini akan diulas bagaimana agama bisa menjadi kebutuhan bagi
manusia. Secara etimologis Agama berasal dari bahasa Sanskerta yang tersusun
dari kata “a” berarti “tidak” dan “gam” berarti “pergi”. Dalam bentuk harfiah
yang terpadu, kata agama berarti “tidak pergi”, tetap di tempat, langgeng,
abadi yang diwariskan secara terus-menerus dari satu generasi kepada generasi
yang lainnya. Pada umumnya, kata “agama” diartikan tidak kacau, yang secara
analitis diuraikan dengan cara memisahkan kata demi kata, yaitu “a” berarti
“tidak” dan “gama” berarti “kacau”. Maksudnya orang yang memeluk agama dan mengamalkan
ajaran-ajarannya dengan sungguh, hidupnya tidak akan mengalami kekacauan.
Secara terminologi menurut sebagian orang, agama merupakan sebuah fenomena yang
sulit didefinisikan. WC Smith mengatakan, "Tidak berlebihan jika kita
katakan bahwa hingga saat ini belum ada definisi agama yang benar dan dapat
diterima". Meski demikian, para cendekiawan besar dunia memiliki definisi,
atau yang lebih tepatnya kita sebut dengan kesimpulan mereka tentang fenomena
agama. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut. Emile Durkheim
mengartikan, agama sebagai suatu kesatuan sistem kepercayaan dan pengalaman
terhadap suatu yang sakral, kemudian kepercayaan dan pengalaman tersebut
menyatu ke dalam suatu komunitas moral. Karl Mark berpendapat bahwa agama
adalah keluh kesah dari makhluk yang tertekan hati dari dunia yang tidak
berhati, jiwa dari keadaan yang tidak berjiwa, bahkan menurut pendapatnya pula
bahwa agama dijadikan sebagai candu bagi masyarakat. Spencer mengatakan bahwa
agama adalah kepercayaan akan sesuatu yang Maha mutlak. Dewey menyebutkan agama
sebagai pencarian manusia akan cita-cita umum dan abadi meskipun dihadapkan
pada tantangan yang dapat mengancam jiwanya, agama adalah pengenalan manusia
terhadap kekuatan gaib yang hebat. Sebagian pemikir mengatakan bahwa apa saja
yang memiliki tiga ciri khas di bawah ini dapat disebut sebagai agama: (1).
Keyakinan bahwa di balik alam materi ini ada alam yang lain (2). Penciptaan
alam memiliki tujuan (3). Alam memiliki konsep etika. Pada semua definisi
tersebut di atas, ada satu hal yang menjadi kesepakatan semua, yaitu
kepercayaan akan adanya sesuatu yang agung di luar alam. Namun, lepas dari
semua definisi yang ada di atas maupun definisi lain yang dikemukakan oleh para
pemikir dunia lainnya, kita meyakini bahwa agama adalah kepercayaan akan adanya
Tuhan yang menurunkan wahyu kepada para nabi-Nya untuk umat manusia demi
kebahagiaannya di dunia dan akhirat. Dari sini, kita bisa menyatakan bahwa
agama memiliki tiga bagian yang tidak terpisah, yaitu akidah (kepercayaan hati),
syari'at (perintah-perintah dan larangan Tuhan) dan akhlak (konsep untuk
meningkatkan sisi rohani manusia untuk dekat kepada-Nya). Meskipun demikian,
tidak bisa kita pungkiri bahwa asas terpenting dari sebuah agama adalah
keyakinan akan adanya Tuhan yang harus disembah.